Rabu, 26 Juli 2017

-AUDIT GEREJA (PENTINGKAH)?-

Belakangan ini ramai sekali pemberitaan di media sosial mengenai rencana KPK mengaudit keuangan gereja.
Ada yang pro, ada yang kontra, ada pula yang netral.
Namun yang jelas, apapun alasan ketiga kelompok pendapat ini pasti punya alasan masing masing yang mewakili buah pemikiran mereka.

Yang menjadi permasalahan adalah kebiasaan para pengguna media sosial yang malas memberi sedikit waktunya untuk membaca dan mencari referensi sehingga berkembanglah issue audit gereja ini sebagai sebuah langkah intervensi dari KPK.
Hanya melihat judul langsung TYPE AMIN LIKE DAN SHARE.

Penyakit pengguna media sosial di Indonesia hanya berkutat pada 3 hal tersebut plus 1 BONUS yaitu :
1. AMIN
2. LIKE
3. SHARE
4. Plus Bonus MASUK SURGA

Istilah kerennya BUY 3 GET 1, makanya portal portal berita kaya raya di Indonesia ini, cukup mencetak judul yang besar dan sedikit aneh maka langsung dalam hitungan detik tershare keseluruh pelosok.

Sebenarnya yang terjadi adalah Alexander Marwata, wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi sedang menjadi nara sumber pada sebuah seminar di Kantor konferensi Wali Gereja Indonesia (15/7/2017 sumb: www.tagar.id) pada kesempatan tersebut Marwata MENANTANG gereja gereja untuk melakukan Audit Keuangan, beliau juga mencontohkan Vatikan Roma yang sudah melakukan Audit terbuka keuangan mereka.

-------------------------

Apa yang disampaikan beliau dalam seminar tersebut merupakan pendapat pribadi dalam kapasitas beliau sebagai nara sumber.
Jadi bukan KPK yang punya gagasan hanya saja kebetulan Alexander Marwata menjabat sebagai wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi.

Alexander Marwata seorang yang beragama Kristen.
Tentunya beliau juga sangat paham apa yang ada di tubuh gereja, bagaimana seluk beluk dan liku liku gereja sampai ke stuktur terendah hingga tertinggi beliau paham.
Lalu jika Alexander Marwata MENANTANG gereja untuk melakukan audit keuangan apakah itu menyalahi ?
Apakah gereja akan gentar dengan tantangan beliau ?
atau justru menyambutnya dengan lapang dada ?

-------------------------

Reaksi nitizen ?
1. TIDAK SETUJU
Kita tidak boleh berpikir buruk terhadap mereka yang tidak setuju audit keuangan gereja oleh KPK, bukan berarti mereka mendukung korupsi.
Mereka berpendapat bahwa KPK adalah lembaga Negara sedangkan Gereja bukan lembaga Negara, lalu mengapa lembaga Negara mengaudit gereja yang sama sekali tidak pernah mendapat dana bantuan dari Negara ?
Selama ini dana apapun yang ada di keuangan gereja adalah swadaya jemaat (GUGU TOKTOK RIPE) mulai dari membeli tanah, membangun, mengisi perlengkapan, operasional harian, dll semuanya ditanggung oleh jemaat.
Partisipasi jemaat juga bermacam macam mulai dari yang mendonasikan uang, menganti uang dengan padi dan beras, membantu menyediakan peralatan tukang, membantu menyediakan makan bagi tukang sampai membantu dengan tenaga semuanya secara swadaya.
Jadi wajar rasanya ada nada keberatan dari sebagian orang mendengar kabar tersebut.

Disisi lain ada juga yang menolak dengan alasan yang berbeda, sebagian berpendapat “apa yang sudah dipersembahkan diberikan sepenuh hati untuk Tuhan dan gereja dan mereka percaya sepenuhnya kepada pengelolaan keuangan oleh gereja”
Pendapat ini juga sangat baik dan harus kita hormati, seperti kata para penetua “berikan yang terbaik untuk Tuhan dan biarlah yang terbaik juga yang engkau dapatkan”

2. SETUJU
Pendapat yang setuju berpedoman pada transparansi keuangan gereja. (kemungkinan) ada indikasi penyelewengan dana dan penyalahgunaan peruntukan dana tersebut.
Kelompok kelompok yang setuju audit keuangan gereja menendus adanya rekayasa dalam setiap laporan pertanggungjawaban keuangan dan mark-up anggaran.
Untuk kelompok yang setuju ini kita juga tidak boleh marah, mereka juga menyampaikan pendapat dengan berbagai kisah (mungkin) yang pernah mereka alami.
tau mungkin mereka pernah melihat sesuatu yang dianggarkan tetapi tidak ada realisasinya atau realisasi yang ganjil dari sebuah anggaran.

3.NETRAL
Untuk kelompok yang netral ini bisa menerima pendapat dari yang pro dan kontra dan tidak merasa masalah apakah keuangan gereja diaudit atau tidak.
Kalau diaudit ? SYUKUR
Tidak diaudit ? SYUKUR JUGA

-------------------------

Tapi jika memungkinkan ada pendapat ke 4 kira kira begini :
“Usul dari anggota KPK sudah ada meskipun itu sifatnya hanya pribadi dan berupa tantangan, namun  usulan ini mungkin saja bisa menjadi angin segar bagi pengelolaan keuangan gereja.
Jika kita sebagai orang yang ada di lingkaran gereja tidak ingin gereja yang nota benene bukan lembaga Negara diaudit oleh lembaga Negara, kenapa tidak kita alihkan saja audit tersebut kepada Akuntan Publik yang Independen.
KPK yang punya usul, Akuntan Publik yang beraksi, bisa juga bukan ?"

SUDAH SIAPKAH KITA MENERIMA TANTANGAN ?

Saya Marulak Sinurat    
http://marulaksinurat.blogspot.co.id

Selasa, 25 Juli 2017

-MANJAE-

Tulisan Saya kali ini mengangkat topik tentang memulai hidup mandiri bagi pasangan suami istri yang baru menikah atau dalam istilah batak disebut Manjae.
Tapi sebelum kita bahas substansi tersebut ada baiknya kita memahami sistem sosial suku batak agar kita dapatenarik benang merah dari dua sisi sisi yang berbeda.

“Batak adalah salah satu suku bangsa di Indonesia yang menerapkan sistem Patriarki yaitu sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas.
Selain itu suku batak juga memakai garis keturunan Patrilineal yaitu suatu sistem adat masyarakat yang mengatur garis keturunan berasal dari pihak ayah.
Sistem ini menempatkan laki laki sebagai oknum yang paling dominan dalam segala hal”

------------------

(Baiklah… kita kembali ke topik Manjae…)

Sebaiknya pasangan suami istri yang baru menikah harus manjae, apapun kondisinya.
Sebab jika pasangan baru tersebut memutuskan tinggal dirumah orang tua malah akan muncul banyak konflik dan dalam hal ini yang selalu jadi korban konflik adalah wanita.

Pada satu sisi ada pasangan baru yang memutuskan tinggal dirumah orang tua karena pertimbangan ekonomi, tapi disisi lain ada pasangan rumah tangga baru yang tinggal serumah dengan orang tua karena keinginan orang tua, biasanya hal ini terjadi pada anak laki laki karena orang tua ingin agar anak lelakinya tinggal bersama dia dengan berbagai faktor.
Namun apapun alasannya, tinggal di rumah orang tua hanya akan membuat wanita (istri) menjadi tertekan batin.

Dalam kehidupan masyarakat batak, seorang wanita yang akan menikah pasti mengalami stress berat.
Stress ini bukan karena memikirkan biaya pesta, bukan karena memikirkan salon, bukan karena memikirkan bagaimana kedepannya dll, dia setress karena memikirkan keluarga baru dari pihak suaminya.
Dia akan menghabiskan energinya untuk memikirkan apakah mertuanya baik ? apakah Eda (iparnya) baik ? dll.
Wanita (parumaen) adalah orang yang paling sulit diterima dikeluarga laki laki dan paling sulit beradaptasi, berbeda dengan laki laki yang sangat mudah masuk dan beadaptasi dengan keluarga wanita.
Secara psikologis hal ini mungkin disebabkan oleh karakter laki laki yang terbuka dan blak blakan sementara wanita lebih cenderung diam dan tertutup tetapi gelagat apapun yang timbul dari sikap diam seorang wanita akan kelihatan dari gestur tubuhnya.
Hal ini pula yang menyebabkan banyak EDA yang menerka nerka sifat EDA BARU nya tanpa mau berbicara to the poin.

Pertimbangan konflik pada wanita (istri) inilah yang menyebabkan hampir semua pasangan suami istri baru akan memutuskan MANJAE dari orang tuanya.
Mereka lebih rela mengontrak kamar petak sumpek yang penting hidup mandiri tanpa campur tangan dan intervensi dari pihak mana pun.
Sebab saat seorang pria (pengantin baru) membawa istrinya untuk tinggal dirumah orang tuanya maka akan banyak sekali campur tangan yang diterima istri dari mertua dan para eda.
Apalagi ada pepatah batak yang berbunyi “BAKKO NI NA JONOK DO BAU, NA DAO ANGUR” yang artinya adalah banyak kebaikan yang dilakukan seseorang tatapi tetap kena cerca karena tiap hari bertemu, sementara saudara yang jauh tinggalnya cukup hanya dengan mengirim uang NAPURAN sekali setahun akan harum namanya.
Sugesti Pepatah sepenggal itu saja sudah cukup membuat seorang wanita yang akan menikah tidak mau tinggal dirumah mertua.

Namun ada kalanya memang orang tua yang menginginkan anak dan menantunya untuk tinggal bersama mereka.
mungkin dengan pertimbangan orang tua kurang sehat, supaya ada mengurus masa tua mereka, dll.
Tapi pada kasus ini bukan berarti tidak ada masalah yang muncul, justru konflik batin antara menantu dan para eda semakin tegang.
Kenapa ? karena putri orang tua tersebut pastinya sudah ikut dengan suaminya dan tidak bersama mereka lagi,
Lalu saat Menantu mengganti peran para putri ini untuk mengurus ibu mereka secara psikis mereka akan merasa tersaingi dan ada kekuatiran terimbangi oleh si menantu.
Itu pula sebabnya banyak terjadi gesekan NA MAR EDA dalam situasi seperti ini.
“GODANG DO KEJADIAN SEGA RUMAH TANGGA ALA GESEKAN NI EDA.
MOLO SAHALI SAHALI DO AKKA NA MAREDA I PAJUMPANG BARU PE ROMANTIS BERENGON, ALAI MOLO TIAP ARI DO PAJUMPANG TUDOSHON RANGGITING NAMA I"

Idealnya memang sepasang suami istri yang baru menikah harus memisahkan diri dari rumah induk, sebab sebuah rumah hanya cocok untuk satu rumah tangga.

Lalu jika kita kaji apa hubungan Manjae dengan Patriarki ?
secara langsung sebenarnya tidak ada hubungan, namun sifat laki laki yang ingin berkuasa penuh pada istrinya membuat hampir semua laki laki batak memilih untuk menguasai istrinya.
Seorang laki laki tidak akan bisa menguasai itrinya jika dia tinggal bersama orang tuanya,
Seorang laki laki tidak bisa dominan kepada istrinya jika dia tinggal bersama Ayah Ibunya,
Seorang laki laki tidak akan bisa menjadi Hero,
Tidak akan bisa menjadi kekuatan otoritas,
Tidak akan bisa menjadi tiang penyangga,
Selama dia masih tinggal dirumah orang tuanya.
Bagaimana mungkin seorang laki laki bisa berkuasa atas istrinya jika setiap hari istrinya masih menerima campur tangan dari eda (ipar) dan simatua (mertua) ?
Lantas bagaimana caranya agar kekuatan PATRIARKI Lelaki ini bisa dilaksanakan ?
Jawabannya adalah PINDAH RUMAH alias MANJAE

-------%-------%--------

Horas.....!!!
Saya Marulak Sinurat   
http://marulaksinurat.blogspot.co.ig

***Artikel ini Saya tulis dari curahan hati seseorang wanita
NO NAME yang rumah tangganya berakhir karena intervensi Eda (Ipar).
Tantangan para istri yang tinggal di rumah mertua banyak sekali,
mungkin saja mertua mu baik tapi bisa jadi eda mu tidak baik.
kemungkinan kemungkinan itu bisa terjadi sebab anda hanya dipandang sebagai wanita pendatang di keluarga tersebut.
Koreksi tambahan untuk para pria yang membawa istri tinggal dirumah orang tua, dalam segala hal pertimbangkan lah bahwa istri mu adalah dirimu sendiri, jadi percaya lah pada orang tua dan kakak kakak mu tanpa mengabaikan istri mu.