Rabu, 12 Oktober 2016

-MASIH RELEVANKAH EPHORUS DISEBUT DENGAN OMPU ?-

HKBP adalah gereja terbesar di Indonesia dan merupakan organisasi keagamaan terbesar ke 3 setelah Nahdatul’Ulama dan Muhammadiyah. 
HKBP adalah anggota dari PGI, CCA , DGD dan mempunyai beberapa gereja diluar negeri seperti di Singapura, Kuala Lumpur, Los Anggeles, New York dan di Colorado. Saat ini jemaat HKBP diperkirakan lebih dari 4.5 juta orang. 
Pucuk pinpinan tertinggi Gereja HKBP disebut Ephorus dan dalam keseharian seorang Ephorus mendapat gelar “Ompu” atau “Ompu i”. 
Namun dalam perkembangan kehidupan saat ini, masih relevan kah seorang Ephorus diberi gelar Ompu ?
Sebelum menjawab relevan atau tidak ada baiknya kita mundur ke ratusan tahun lalu saat kedatangan Lugwig Ingwer Nommensen tahun 1862 di Padang yang diutus badan misi pelayanan RMG (Rheinische Missions Gesellschaft) untuk penginjilan di Tanah Batak.  
dari Padang, Nommensen kemudian menetap sementara di Barus untuk mempelajari bahasa dan adat  batak, sebab seorang warga Negara asing tentunya akan sulit berbaur dengan penduduk lokal jika tidak memahami bahasa dan budaya setempat.
Lalu pada tahun 1864 Nommensen masuk ke daerah Silindung di Huta Dame untuk menyebarkan injil kepada masyarakat batak (orang batak menyebut diri mereka Bangso/Bangsa Batak) yang pada saat itu masih menganut kepercayaan animisme.
Pada awalnya bangso batak tidak menerima keberadaan Nommensen dikarenakan ketakutan kena bala dari leluhur ditambah lagi kecurigaan bangso batak bahwa Nommensen adalah utusan dari Belanda dalam rangka perintisan jajahan.
Namun lambat laun bangso batak akhirnya menerima Nommensen dan bersedia untuk dibabtis menjadi Kristen. 
Selanjutnya dalam missi penginjilan ini, Nommensen membuka satu area lahan di Pearaja Tarutung untuk dijadikan gereja, saat ini Pearaja Tarutung menjadi kantor pusat HKBP di Indonesia.
Lalu pada Tahun 1881 Nommensen diangkat menjadi Ephorus oleh RGM, inilah jabatan Ephorus pertama di gereja HKBP. 
Tentunya peran serta Nommensen dalam misi penginjilan di tanah batak ini mendapat apresiasi dari bangso batak pada masa itu hingga akhirnya para raja raja adat dan masyarakat setempat memberi gelar OMPU, gelar kehormatan ini Menyejajarkan Nommensen dengan Si Singamangaraja.

OMPU dibaca OPPU berasal dari kata OMPUNG dibaca OPPUNG dalam kamus bahasa batak karangan J. Warneck berarti :
1) Kakek atau Nenek dalam struktur tertinggi sebuah keluarga
2) Yang empunya,yang berkuasa,pemilik
3) Sejenis tumbuhan berbunga putih/ ompu-ompu
4) Penulis menambahkan arti ke 4 untuk kata Ompu adalah orang yang sudah tua atau di tua-kan, hal penting dicatat sebab penyebutan panggilan Ompu/Ompung tidak hanya harus kepada yang se darah atau se kandung dalam satu garis keturunan.

Jika menilik arti kata Ompu diatas yang paling relevan menjadi dasar pertimbangan pemberian gelar Ompu kepada Nommensen adalah arti yang ke 2, pada masa itu bangso batak menganggap Nommensen sebagai sosok yang memiliki kemampuan, kekuasaan, dan ‘yang empunya’ sesuatu yang dinamakan pengabdian hidup untuk pekabaran injil. Gelar kehormatan ini juga memiliki makna diterimanya Nomensen dalam struktur cultural adat batak.
Bangso Batak pada masa itu juga menganggap Nommensen sebagai sosok Reformis pertama yang masuk ke tanah batak yang berhasil merubah banyak tatannan kehidupan masyarakat batak. 

Lalu dalam perkembangan HKBP hingga saat ini tradisi pemberian gelar ‘’Ompu i” kepada Ephorus masih terus berlanjut (penulis belum mendapat referensi apakah gelar “ompu i’’ itu disematkan secara resmi atau hanya berupa tradisi lisan turun temurun).
Pertanyaan tanpa mengurangi rasa hormat kepada Ephorus sebagai pucuk pimpinan tertinggi HKBP, masih layak kah seorang Pelayan Tuhan kita sebut dengan “Ompu I”?
Ephorus sama seperti Praeses, sama juga seperti Pendeta dan Bibelvrouw, sama juga seperti Sintua yang sama sama melayani Jemaat. Semua orang yang terpanggil dalam pelayanan adalah orang orang yang bisa melayani jemaat. 
Tentunya “LABEL’’ PELAYAN yang tersemat pada seorang Ephorus akan terasa ABSURD jika disandingkan dengan gelar “OMPU” apalagi jika sebutan OMPU tersebut sudah menjurus kepada satu PEMUJAAN. 
Banyak sekali jemaat HKBP yang tidak menyadari dirinya menjadi PEMUJA OMPU I, mereka menganggap sebutan OMPU I hanya tradisi lisan turun temurun, sebagian berpendapat sebutan OMPU I sebagai penghormatan dan rasa hormat kepada seorang Ephorus yang memang di-tua-kan. 
Lalu jika seorang berusia 70 tahun masih memanggil OMPU kepada Ephorus apakah itu masih bisa dikatakan satu bentuk hormat ? 
Atau misalnya apakah rencana kehadiran seorang Ephorus di satu gereja harus sampai mempermak total visual gereja masih dapat dikatakan sebagai satu bentuk penghormatan ? dalam kunjungan yang tidak lebih dari 2 jam Anda harus permak seluruh kehidupan gereja dan jemaat se mulus mungkin sementara sehari hari banyak sekali jemaat miskin yang tidak terlayani, apakah itu wujud hormat kepada OMPU ?
Bukankan lebih pantas dikatakan PEMUJAAN (misalnya)  jika sebuah jemaat kosong melompong pada hari biasa lalu penuh membludak sampai mengabaikan diri dan keluarga hanya demi kehadiran seorang OMPU ?

Lalu coba kita balik kepada sebutan OMPU dalam wujud normal, saat seorang anak memanggil Ompung kepada ayah dari orang tuanya, tidak ada “WARNA PEMUJAAN” disitu sebab sebutan itu dalam konteks normal.
berbeda maknanya jika kita memanggil OMPU kepada seorang dalam konteks jabatan dan kedudukan .

seharusnya saat ini gelar OMPU kepada Ephorus tidak Relevan lagi dipakai, dalam kehidupan ber-gereja panggilan AMANG dan INANG sudah cukup baik dan sopan.
AMANG dan INANG adalah sebutan hormat yang paling NETRAL sebab tidak ada unsur KEKUASAAN, PEMUJAAN dan FOCAL POINT disitu.

Kepada Tuhan saja kita berkata “Bapa kami yang di sorga”, Masak kepada Ephorus kita berkata Ompu ???
Pencipta alam semesta adalah Tuhan, manusia adalah bagian dari ciptaan Tuhan, Ephorus juga bagian dari manusia dan sebaiknya sebutan yang paling netral untuk Ephorus adalah Amang Ephorus. 

Itu menurut Saya, dan tulisan Saya ini juga belum tentu mewakili 4.5 juta jemaat HKBP.
Jikapun HKBP sebagai gereja terbesar tetap bersikukuh menjalankan tradisi OMPU I kepada Ephorus namun secara pribadi Saya sebagai jemaat HKBP akan tetap pada pendirian Saya untuk memanggil AMANG kepada Ephorus

copyright2016

10 Agustus 2016
Marulak Sinurat

*dari berbagai sumber


  






















Tidak ada komentar:

Posting Komentar